Hakim Agung: Pura-pura Sakit Trik Menghindari Jeratan Pasal Korupsi

Jakarta - Drama pengadilan korupsi Indonesia diwarnai berbagai peristiwa nyinyir. Jika sudah dijadikan terdakwa korupsi maka terdakwa ramai-ramai mengaku sakit, lupa ingatan, bahkan kabur dari tahanan.



Namun, akal para terdakwa korupsi ini harus dipikir ulang. Sebab para hakim sudah hapal dengan pencitraan tersebut. "Melarikan diri, membuat manuver dan pura-pura sakit merupakan bagian dari tipologi koruptor Indonesia untuk menghindar dari dakwaan korupsi," kata Artidjo dalam makalahnya yang disampaikan di depan forum seminar di Jakarta, Jumat, (10/2/2012).



Diskriminasi penegakkan hukum dalam menindak korupsi kelas kakap akan menjatuhkan kewibawaan hukum. Trik penanganan korupsi vertikal (using littel fish to catch the big fish) yang seperti dilakukan KPK juga menuai kritik. Sebab, masyarakat akan bertanya-tanya apabila ikan terinya sudah di jebloskan ke penjara tetapi ikan kakapnya belum tersentuh.



"Masyarakat pecinta keadilan selalu menuntut transparansi dan akuntabilitas. Jika big fish belum diajukan ke pengadilan sedangkan little fish nya sudah dipidana," papar hakim agung yang merubah hukuman dari 7 tahun menjadi 12 tahun penjara bagi Gayus Tambunan ini.



Guna memerangi kawanan koruptor, maka aparat penegak hukum harus bersatu dengan berbagai kekuatan masyarakat. Seperti Ormas, LSM, Mass Media, perguruan tinggi dan tokoh masyarakat. Apalagi di Indonesia tidak mempunyai komitmen politik untuk melakukan pemberantasan korupsi.



"Maka pemangku kepentingan pemberantasn korupsi harus tetap berkomitmen menjaga martabat diri bangsa agar terus menyalakan obor memburu koruptor," kata salah satu tim pembela insiden Santa Cruz, Dili, 1992 ini.

Sumber : http://www.detiknews.com

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.