KETUA MUDA PIDANA UMUM : PENGADILAN MERUPAKAN KEKUASAAN

JAKARTA HUMAS. Sejak awal pembentukannya, pengadilan, banyak pihak yang berusaha menjatuhkannya. Hal ini dapat dimaklumi karena pengadilan merupakan sebuah kekuasaan. Kekuasaan yang mampu membuat sebuah keputusan dan keharusan untuk melaksanakannya ujar Ketua Muda Perdata Khusus, Artidjo Alkotsar, dalam membuka paparannya di Komisi I dan III(Peradilan Umum) dalam rakernas MA 2011 mengenai Kebutuhan Perlakuan Hukum Acara Pidana dan Dasar Pertimbangan Pemidanaan serta Judicial Immunity.

Perlakuan hukum terhadap manusia yang dikualifikasikan sebagai tersangka dan terdakwa menuntut ketepatan dan kebenaran secara prosedural, karena hal ini

berimplikasi terhadap pemidanaan yang dijatuhkan dalam proses pengadilan. Dalam proses penyidikan harus dijamin adanya bukti-bukti yang cukup tentang posisi hukum terdakwa dengan perbuatan pidana yang terjadi, sehingga tidak ada

keraguan lagi bahwa dialah pelaku kejahatan (beyond reasobable doubt). Begitu pula dalam hal memperoleh barang bukti, aturan hukum mensyaratkan adanya prosedur yang sah. Pada umumnya negara hukum menentukan bahwa barang bukti yang yang diperoleh dengan cara melanggar hak-hak dasar yang

ditentukan dalam konstitusi atau diperoleh secara illegal tidak dapat dipergunakan sebagai bukti di pengadilan dan prinsip ini dikenal dengan Exclusionary Rule.



Misalnya aparat kepolisian pada pukul 24.00 malam hari datang ke rumah penduduk dengan menggedor pintu tanpa memberi tahu ketua RT/RW atau kepala desa/lurah lalu masuk ke dalam rumah tersebut langsung menuju dapur

tuan rumah dan menyakan menemukan narkotika tanpa disaksikan oleh RT/RW atau kepala desa, maka prosedur perolehan barang bukti tersebut melanggar pasal

125, 126, dan 129 KUHAP. Sah tidaknya BAP (Berita Acara Pemeriksaan) yang dibuat oleh Penyidik mempunyai konsekuensi yuridis terhadap legitimasi Surat Dakwaan yang disusun oleh Penuntut Umum. Ketidaksempurnaan surat dakwaan

akan terlihat dari terpunihi atau tidaknya syarat formiel dan syarat materiel Surat Dakwaan sebagaimana ditentukan dalam pasal 143 ayat (2) a, b, KUHAP.



Berbagai pertanyaan dilontarkan para peserta mengenai hal tersebut. Sebagai contoh, di pengadilan Jayapura, penandatanganan BAP itu melalui proses yang sangat panjang misalnya harus ditandantangani mulai dari keluarga korban, kepala suku, kepala distrik, yang kemudian diajukan ke pengadilan negeri melalui kejaksaan negeri. Jadi sebaiknya dibuatkan prosedurnya supaya lebih jelas lagi.



Sementara Ketua Pengadilan Tingkat Banding Banjarmasin, menekankan kepada system kamar. Baginya perlu dibuatkan track design untuk lebih memperjelas peran dan kewenangan pengadilan tingkat banding dalam mendukung system kamar di MA. (ifh/ats)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.